Selasa, 31 Januari 2012

GAMBARAN PERILAKU BIDAN DALAM PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI NIFAS DI RUANG KEBIDANAN RSU RESTU IBU MEDAN TAHUN 2011

 

ABSTRAK

Masa nifas merupakan masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dengan waktu lebih kurang 6 minggu atau 40 hari, masa nifas penting untuk dipantau karena masa pembersihan rahim. Infeksi nifas merupakan infeksi atau peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh karena masuknya segala kuman-kuman ke alat genetalia wanita, kemudian infeksi menyebar melalui pembuluh darah, limfe dan permukaan endometrium bekas insersi pada waktu persalinan dan nifas dengan adanya tanda-tanda peningkatan pada suhu tubuh yang melebihi 380C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari dalam sepuluh hari pertama post partum. Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas yaitu tindakan mencuci tangan, penggunaan sarung tangan pada pemeriksaan dalam, memproses alat-alat bekas, mobilisasi dini, perawatan luka, asupan nutrisi. Penelitiann ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan tahun 2011. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan bagaimanakah penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu pada tahun 2011?. Populasi dan sampel seluruh bidan yang dinas di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan dengan cara total sampling dijadikan sampel penelitian sebanyak 13 orang. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas baik sebanyak 9 responden (69,2 %), dapat diketahui bahwa pengetahuan bidan  dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas baik sebanyak 13 responden (100%), dapat diketahui bahwa sikap bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas buruk sebanyak 7 responden (53,8%), dapat diketahui bahwa tindakan bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas buruk sebanyak 8 responden (61,5 %). Sehingga kepada para bidan diharapkan untuk memperhatikan pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi nifas dan memberikan penyuluhan kepada ibu nifas tentang manfaat penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas dengan melakukan vulva haygiene, mobilisasi dini, dan pola nutrisi yang baik.

Kata Kunci: Perilaku bidan, Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Adapun judul karya tulis ilmiah ini adalahGambaran Perilaku Bidan Dalam Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011”
            Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, baik dari segi sisi penulisan maupun dari tata bahasanya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan karya tulis ilmiah ini. Atas bimbingan dan saran-saran yang di terima oleh penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.        Drs. W. Purba, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2.        Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Koordinator Pendidikan Sari Mutiara Medan.
3.        Christina Roos Etty, SST. M.Kes, selaku Direktur Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan.
4.        Rinawati Sembiring, S.Si. T, M.Kes, Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu membimbing dan mengajari dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
5.        Julia Siahaan, SST, Selaku penguji I yang banyak meluangkan waktu membimbing, menguji dan mengajari saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
6.        Dinaria Girsang, M.Psi, Selaku penguji II yang banyak meluangkan waktu membimbing, menguji, dan mengajari saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
7.        dr.Karo Malem Sinulingga, selaku Direktur Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan yang telah memberikan izin penelitian.
8.        Seluruh pegawai yang ada Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan yang telah membantu saya dalam pengisian kuesioner Karya Tulis Ilmiah saya.
9.        Seluruh Staff dosen Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama perkuliahan.
10.    Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang ikut serta membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
11.    Terimah kasih kepada kedua orang tua saya (A.H.Manalu dan R.Br.Tupang) yang telah memberikan doa dan dukungan serta materiyang mendukung selama penulis masih dalam pendidikansehingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi pembaca serta  menambah pengetahuan dan bahan masukan bagi peneliti yang selanjutnya.
Medan,     Juli 2011

         
Erni monika Manalu





DAFTAR ISI


                                                                                                                       Halaman
ABSTRAK    ………………………………………………………………         i 
KATA PENGANTAR …………………………………………………….        ii
DAFTAR ISI                                                                                                   ........ .            iv
DAFTAR TABEL   …………………………………………………………       vi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………       vii

BAB I      PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang   ………………………………………………       1
1.2.   Rumusan Masalah …………………………………………….       4
1.3.   Tujuan Penelitian ……………………………………………..        4
1.3.1.      Tujuan Umum    ………………………………………        4
1.3.2.      Tujuan Khusus ………………………………………..        4
1.4.   Manfaat penelitian ……………………………………………        5

BAB II    TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku   .......................................................................................... 6
       2.1.1. Pengertian Perilaku   .............................................................. 6
       2.1.2. Pengertian Kesehatan   .......................................................... 7
       2.1.3. Dominan perilaku   ................................................................ 8
2.2. Bidan ........................................................................................ ..... 11
       2.2.1.Pengertian Bidan   ................................................................ 11
       2.2.2.Standart Dalam Penatalaksanaan Infeksi Nifas  .................. 11
2.3. Penatalaksanaan Kebidanan   ........................................................ 12
       2.3.1.Defenisi Penatalaksanaan Kebidanan   ................................ 12
2.4. Masa Nifas   .................................................................................. 13
       2.4.1.Defenisi Masa Nifas   ........................................................... 13
2.5. Infeksi Nifas   ................................................................................ 15
       2.5.1.Defenisi Infeksi Nifas   ........................................................ 15
       2.5.2.Etiologi   ............................................................................... 15
       2.5.3.Cara Terjadinya Infeksi......................................................... 16
       2.5.4.Faktor Predisposisi ............................................................... 17
       2.5.5.Gejala Klinis ......................................................................... 18
2.6. Pencegahan Infeksi Nifas .............................................................. 20
       2.6.1.Selama Kehamilan ................................................................ 20
       2.6.2.Selama Persalinan ................................................................. 20
       2.6.3.Selama Nifas ........................................................................ 20
2.7. Jenis-Jenis Penatalaksanaan Pada Infeksi Nifas ............................ 21

2.7.1... Penatalaksanaan Luka Perineum, Vulva,
            Dan Vagina........................................................................   22
2.7.2... Penatalaksanaan Endometritis...........................................   22
2.7.3... Penatalaksanaan Tromboflebitis Pelvis
            Dan Femoralis....................................................................   22
2.7.4... Penatalaksanaan Peritonitis................................................   22
2.7.5... Penatalaksanaan Parametritis........................................      23
2.8. Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas..............................      23
2.8.1... Tindakan Mencuci Tangan............................................       23
2.8.2... Pengunaan Sarung Tangan Pada
            Pemeriksaan Dalam.......................................................      23
       2.8.3.  Memproses Alat-Alat Bekas..........................................      24
2.8.4... Mobilisasi Dini..............................................................      29
       2.8.5.   Perawatan Luka............................................................      30
       2.8.6.   Asupan Nutrisi..............................................................       31
2.9. Kerangka Konsep.....................................................................      34

BAB III   METODE PENELITIAN
3.1.   Jenis Penelitian ......................................................................         35
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................         35
                3.3. Populasi dan Sampel...............................................................         35
                 3.4. Metode Pengumpulan Data....................................................         35
1.5.   Defenisi Operasional..............................................................         35
1.6.   Aspek Pengukuran..................................................................         36
       3.6.1 Perilaku..........................................................................         36
       3.6.2. Pengetahuan.................................................................         37
       3.6.3. Sikap.............................................................................         37
       3.6.4. Tindakan.......................................................................         38
1.7.   Tehnik Pengolahan Data.........................................................         39
1.8.   Tehnik Analisa Data...............................................................         39

BAB IV
4.1. Sejarah Lokasi Penelitian................................................................ 40
4.2. Hasil Penelitian......................................................................... ..... 41
4.3. Pembahasan............................................................................... ..... 44
BAB V
1.1. Kesimpulan ................................................................................. ..... 48
1.2. Saran............................................................................................ ..... 49

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1    Distribusi  Frekuensi  Karakteristik  Responden  Berdasarkan
Umur, Pendidikan, Dan  Lama  Bekerja Di Ruang Kebidanan
Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011 ………………   41

Tabel  4.2   Distribusi  Frekuensi Perilaku Bidan Dalam  Penatalaksanaan
Pencegahan  Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit
Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011 …………………………….   42

Tabel 4.3    Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan Tentang
                   Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit
                   Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011 ……………………………   42

Tabel 4.4    Distribusi  Frekuensi  Sikap Bidan Tentang Penatalaksanaan
                   Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu
                   Medan Tahun 2011   ………………………………………………   43
                                                                                                                            
Tabel 4.5    Distribusi Frekuensi Tindakan Bidan Tentang
                   Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit
                   Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011 …………………………….   43
       
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I      : Surat Pengantar melakukan Penelitian dari Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan
Lampiran II     : Surat balasan penelitian dari Rumah Sakit Umum Restu Ibu
Lampiran III   : Kuesioner
Lampiran IV   : Master Data
Lampiran V     : Lembar Konsul




vii
 
 







PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang dibutuhkan untuk memulihkan kembali organ kandungan dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu atau 40 hari, masa nifas penting untuk dipantau karena masa pembersihan rahim (Saleha, 2009).
Setelah kelahiran pervagina, sekitar 6 - 7% ibu–ibu masa nifas menunjukkan morbiditas demam dan sekitar 70% infeksi disebabkan oleh organisme anaerob, kebanyakan diantaranya adalah kokus anaerob (peptostreptococcus, peptococcus, dan streptococcus), meskipun infeksi campuran dengan bacteroides fragillis ditemukan sampai sepertiga kasus. Dari organisme aerob, Escherichia coli adalah pathogen yang terbanyak ditemukan, kemudian enterococcus, infeksi nifas akibat klostridia jarang ditemukan (Sujiatini, 2010).
Infeksi nifas merupakan infeksi atau peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh karena masuknya segala kuman-kuman ke alat genetalia wanita, kemudian infeksi menyebar melalui pembuluh darah, limfe dan permukaan endometrium bekas insersi plasenta (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan peritonitis)  pada waktu persalinan dan nifas dengan adanya tanda-tanda peningkatan pada suhu tubuh yang melebihi 380C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari dalam sepuluh hari pertama post partum (Yetty, 2010).
Penyebab terjadinya infeksi nifas, yaitu : nutrisi dan kesehatan yang buruk, anemia, rupture membrane premature, pemanjangan masa ruptura membrane, pemanjangan masa persalinan, pemeriksaan vagina yang sering selama persalinan, seksio sesarea, kelahiran operatif, laserasi serviks atau vagina, pembuangan plasenta secara manual, tertinggalnya sisa plasenta dan selaput ketuban, dan pembekuan darah (Sujiyatini, 2010).
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian ibu (AKI) 244 per 100.000 kelahiran hidup, salah satunya penyebab kematian yaitu partus lama (rata–rata di dunia dapat menyebabkan kematian ibu sebesar 8% dan di Indonesia sebesar  9%) (Saifuddin, 2006).
Jumlah perempuan meninggal dunia karena masalah persalinan sebanyak 536.000, lebih rendah dari kematian ibu tahun 1990 yang jumlahnya sebanyak 576.000. menurut WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran tarjadi di Negara – Negara berkembang, rasio kematian ibu di negara–negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika bibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan Negara maju dan 51 negara persemakmuran (Bambang, 2007).
Nifas merupakan waktu yang penting untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi namun para ibu nifas sangat tinggi keinginannya untuk menurunkan berat badannya, sementara nutrisi sangat berperan dalam penyembuhan dan mempertahankan kesehatan. Para ibu nifas tidak baik menjalani diet sembarangan atau mengurangi nutrisi yang dibutuhkan pada saat nifas sebab dapat berpengaruh pada proses penyembuhan luka (Boyle, 2009).
Penyembuhan luka merupakan proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak pada ibu yang melahirkan pervagina mengalami luka perineum 75%  dan angka tersebut lebih besar pada ibu yang melahirkan dengan bantuan alat, serta luka seksio sesaria merupakan bagian terpenting menjadi tanggungjawab bidan dan meskipun banyak upaya yang dilakukan angka-angka tersebut tidak mungkin menurun secara signifikan (Boyle, 2009).
Pencegahan infeksi nifas dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dengan melakukan perawatan luka yang benar pada persalinan normal dan seksio sesaria, menganjurkan ibu nifas melakukan aktivitas ringan sedini mungkin segera setelah partus, memperhatikan asupan gizi pada ibu, melakukan rawat gabung dengan isolasi untuk mengurangi terjadinya infeksi nasokomial, menjaga kesterilan alat-alat dengan tepat, mencucitangan dan memakai sarung tangan dalam melakukan tindakan pada pasien (Maryunani, 2009).
Penatalaksanaan kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada pasien (Varney, 2009).
Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan terdapat 541 orang pasien bersalin pada Tahun 2010, dimana persalinan SC 527 orang, dan persalinan normal 14 orang dengan penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu bersalin SC  tidak jauh berbeda dengan ibu yang bersalin normal. Sedangkan yang mengalami ciri-ciri infeksi  di RSU Restu Ibu Medan terdapat rata-rata 9 orang per bulan.
Berdasarkan fenomena di atas maka penulis merasa tertarik melakukan penelitian mengenai penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011.
1.2.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu pada tahun 2011?
1.3.   Tujuan Penelitian
1.3.1    Tujuan Umum
            Untuk mengetahui penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan tahun 2011.


1.3.2    Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Bidan Tentang penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan RSU Restu Ibu Medan tahun 2011.
2.    Untuk mengetahui Sikap Bidan Tentang penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan RSU Restu Ibu Medan tahun 2011.
3.    Untuk mengetahui Tindakan Bidan Tentang penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan RSU Restu Ibu Medan tahun 2011.
1.4. Manfaat Penelitian
1.   Bagi peneliti
Sebagai penambah wawasan dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapt selama perkuliahan di Akademi kebidanan sari mutiara medan, serta sebagai penerapan ilmu pengetahuan dalam menyusun karya tulis ilmiah.
2.  Bagi Rumah Sakit Restu ibu Medan
Sebagai masukan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya dalam penatalakasanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan.
3.     Bagi  Institusi Pendidikan Sari Mutiara
     Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai bahan masukan atau informasi di perpustakaan yang dapat digunakan sebagai acuan peneliti selanjutnya.
4.      Bagi Responden
Menambah pengetahuan bagi bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas dalam ruang kebidanan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku
2.1.1.   Pengertian Perilaku
            Perilaku adalah suatu kejadian atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan (Notoadmodjo, 2007).
            Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), maka teori Skinner ini membedakan adanya dua respons, yakni :
1.        Respondent Respons (Reflexive)
Respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan atau stimulus tertentu, stimulus ini menimbulkan respons yang relative tetap.
2.        Operant Respons (Intrumental Respons)
       Respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu, perangsangan ini bersifat memperkuat respons.
            Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka respons dibedakan menjadi dua, yakni :
a.       Perilaku tertutup (covert behavior)
6
 
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b.      Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat atau diamati oleh orang lain (Notoadmojo, 2007).
2.1.2.      Perilaku Kesehatan
            Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dibedakan menjadi 3 yaitu :
1.      Perilaku Pemeliharaan Kesehatan
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.
2.      Perilaku Pencarian dan Penggunaan Fasilitas Kesehatan
Perilaku yang menyangkut upaya untuk tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan.
3.      Perilaku Kesehatan Lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik fisik maupun social budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya (Notoadmojo, 2007).
2.1.3.      Domain Perilaku
            Perilaku dibagi kedalam 3 domain (kawasan) yaitu :
1.      Pengetahuan (Knowledge)
Merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan yang tercakup dalam dominan kongitif mempunyai 6 tingkat yaitu:
a.       Tahu (Know)
Mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b.      Memahami (Compreiensen)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengiprestasikan materi secara benar.
c.       Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip dan sebagiannya dalam satu situasi yang lain misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah dari kasus yang diberikan.
d.      Analisa (Analysis)
Kemampuan menjabarkan materi atau objek didalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama yang lain. Kemampuan analis dapat dilihat dari pengguna kata kerja seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
e.       Sitesis (Syintesis)
Menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun farmasi baru dari formulasi-formulasi.
f.       Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek, pengukuan dan pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau menanyakan tentang isi materi yang disampaikan diukur dan sabjek penilaian atau responden kedalam pengetahuan yang disampaikan dapat disesuaikan dengan tingkatan tersebut diatas (Notoadmojo, 2007).
2.      Sikap (attitude)
Merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologi social, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
 Sikap terdiri dari berbagai dari berbagai tingkatan yaitu :
a.       Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b.      Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c.       Menghargai (Valuing)
d.      Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
e.       Bertanggung jawab (responsible)
f.       Bertanggung jawab atas segala suatu yang telah dipilih dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3.      Tindakan (practice)
      Tindakan adalah upaya untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata yang memerlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.
Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan :
a.       Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b.      Respon Terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
c.       Mekanisme (mechanisme)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga.
d.      Adaptasi (adaptation)
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah di modifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoadmojo, 2007).
2.2.      Bidan
2.2.1.   Pengertian Bidan
Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh Negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di Negeri itu (IBI, 2007).
2.2.2.   Standart Dalam Penatalaksanaan Infeksi Nifas
            Dalam standart asuhan kebidanan dapat dilihat dari ruang lingkup standart pelayanan kebidanan yang meliputi 25 standart. Salah satunya standart 24 (penanganan infeksi nifas), bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan atau rujuk semua kasus infeksi nifas sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Nurmawati, 2010).
2.3. Penatalaksanaan Kebidanan
2.3.1        Defenisi Penatalaksanaan Kebidanan
Penatalaksanaan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian/ tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada pasien (Varney, 2009).
Penatalaksanaan kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan, yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah kedalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi dengan kondisi klien.
Proses penatalaksanaan kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah :
1.      Menyelidiki dengan cara memperoleh semua data yang dibutuhkan untuk melengkapi evaluasi ibu atau bayi baru lahir.
2.      Membuat sebuah identifikasi masalah atau diagnosis dan kebutuhan perawatan kesehatan yang akurat berdasarkan perbaikan interpretasi data yang benar.
3.      Mengantisipasi masalah atau diagnosis yang akan terjadi lainnya, yang dapat menjadi tujuan yang diharapkan, karena telah ada masalah atau diagnosis yang teridentifikasi.
4.      Mengevaluasi kebutuhan akan intervensi atau konsultasi bidan atau dokter yang dibutuhkan dengan segera, serta manajemen kolaborasi dengan anggota tim tenaga kesehatan lain, sesuai dengan kondisi yang diperlihatkan oleh ibu dan bayi yang baru lahir.
5.      Mengembangkan sebuah rencana perawatan kesehatan yang menyeluruh, didukung oleh penjelasan rasional yang valid, yang mendasari keputusan yang dibuat dan didasarkan pada langkah-langkah sebelumnya.
6.      Mengemban tanggungjawab terhadap pelaksanaan rencana perawatan efesiensi dan aman.
7.      Mengevaluasi keefektifan perawatan yang diberikan, mengelola kembali dengan tepat setiap aspek perawatan yang belum efektif melalui proses penatalaksanaan di atas.
Langkah–langkah proses penatalaksanaan ini pada hakikatnya sudah menjelaskan dengan jelas pengertian masing–masing. Namun, pembahasan singkat dan pemberian contoh tugas yang dapat menjelaskan dengan jelas proses berpikir yang terlibat dalam proses klinis yang berorientasi pada tindakan. Semua langkah tersebut dimodifikasi dengan tujuan menambahkan setiap pengetahuan tambahan teoritis yang relevan sebagai informasi yang melatarbelakangi penatalaksanaan klinis ibu dan bayi baru lahir (varney, 2007).
2.4. Masa Nifas
2.4.1.   Defenisi Masa Nifas
            Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dengan waktu lebih kurang 6 minggu atau 40 hari, masa nifas penting untuk dipantau karena masa pembersihan rahim (Saleha, 2009).
Secara garis besar terdapat tiga proses penting dimasa nifas, yaitu sebagai berikut:
1.      Pengecilan Rahim Atau Involusi
Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unikkarena dapat mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Pada wanita tidak hamil , berat rahim seberat 30 gram dengan ukuran kurang lebihsebesar telur ayam.selama kehamilan, rahim makin lama makin membesar.
Bentuk otot rahim mirip jala berlapis tiga dengan serat-seratnya yang melintang kanan, kiri, dan transversal. Di antara otot-otot itu ada pembuluh darah yang mengalirkan darah ke plasenta. Setelah plasenta lepas otot rahim akan berkontraksi atau mengerut, sehingga pembuluh darah terjepit dan perdarahan berhenti. Setelah bayi lahir berat rahim menjadi sekitar 1000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari di bawah umbilikus. Setelah 1 minggu kemudian beratnya berkurang jadi sekitar 500 gram dan setelah 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi.
Secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan kebentuk semula, setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat ini dianggap bahwa masa nifas sudah selesai. Namun sebenarnya rahim akan kembali keposisinya yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas, dalam 3 bulan ini bukan hanya rahim yang kembali normal akan tetapi kondisi tubuh ibu juga akan pulih secara keseluruhan.
2.      Kekentalan Darah (Hemokonsentrasi) Kembali Normal
Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Namun setelah ibu melahirkan sistem sirkulasi darah ibu kembali seperti semula maka darah mengental, dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan darah kembali normal, umumnya hal ini terjadi pada hari ke- 3 sampai ke- 15 pascapersalinan.
3.      Proses Laktasi Atau Menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormon plasenta tidak dihasilkan lagi sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan (Saleha, 2009).
2.5. Infeksi Nifas
2.5.1.Defenisi Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genitalia pada waktu proses persalinan dan masa nifas (puerperal infection/ puerperal sepsis). Sementara itu yang dimaksud dengan febris puerperalis adalah demam yang terjadi sampai 380c atau lebih (pengukuran suhu secara oral) selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, kecuali pada hari pertama (Maryunani, 2009).
2.5.2    Etiologi
a.       Berdasarkan masuknya kuman kedalam alat kandungan.
1.      Ektogen (kuman datang dari luar)
2.      Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
3.      Endogen (dari jalan lahir sendiri)
b.      Berdasarkan kuman yang sering menyebabkan infeksi.
1.      Streptococcus Haemolyticus Aerobik
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tangan penolong.
2.      Stapnylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi dirumah sakit.
3.      Eschericia coli
Kuman ini berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.
4.      Clostridium welchii
Kuman aerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit
(Ambarwati, 2010).
2.5.3.   Cara Terjadinya Infeksi
1.    Tangan pemeriksa yang tidak melakukan pencucian tangan yang sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur).
2.     Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan atau operasi membawa bakteri yang sudah ada kedalam uterus melalui vagina, kemungkinan lain sarung tangan atau alat–alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya terbebas dari kuman-kuman penyebab infeksi.
3.    Sarung tangan taerkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan petugas kesehatan (droplet infektion).
4.    Dalam rumah sakit selalu banyak nosokomial yang berasal dari penderita–penderita, dari berbagai jenis kuman yang dibawa oleh aliran udara ke mana–mana, antara lain alat–alat medis dan alat–alat tenun yang dipakai pasien.
5.    Infeksi intra partum gejalanya sudah terlihat pada waktu persalinan infeksi inpartum terjadi pada :
a.    Partus lama
b.    Ketuban pecah
c.    Periksa dalam yang terlalu sering (Anggraini, 2010).
2.5.4.   Faktor Predisposisi
1.    Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar
2.    Tindakan operasi persalinan
3.    Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah
4.    Ketuban pecah dini
5.    Keadaan yang dapat menunkan keadaan umum (Ambarwati, 2010).
2.5.5.   Gejala Klinis
Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
1.      Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, servik, dan endometritis.
  1. Vulvitis
Pada luka infeksi bekas sayatan episiotomy atau luka perineum, jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus.
  1. Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, serta getah mengandung nanah dan keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
  1. Servisitis
Infeksi serviks sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam, luas, dan langsung ke dasar ligamentum latum sehingga menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
  1. Endometritis
Jenis infeksi ini biasanya yang paling sering terjadi. Kuman-kuman yang memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas implantasi plasenta dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa pathogen, infeksi hanya terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis dan cairan. Pada batas-batas antara daerah yang beradang dan daerah sehat, terdapat lapisan yang terdiri atas leukosit. Pada infeksi yang lebih berat, batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran (Sulistyawati, 2009).
2.      Infeksi yang menyebar melalui pembuluh darah, limfe, dan permukaan endometrium (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan peritonitis).
Tromboflebilitis penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab terpenting dari kematian karena infeksi puerperalis.
         Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis.
1.      Tromboflebitis pelvis yang sering meradang adalah vena ovarika karena mengalirkan darah dan luka bekas plasenta di daerah fundus uteri. Penjalaran tromboflebitis pada vena ovarika kiri adalah ke vena renalis dan dari vena ovarika kanan ke vena kava inferior.
2.      Tromboflebitis femoralis dapat menjadi tromboflebitis vena safena magna atau peradangan vena femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat parametritis. Tromboflebitis femoralis mungkin terjadi karena aliran darah lambat di daerah lipat paha, karena vena tersebut yang tertekan oleh ligamentum inguinale, juga karena dalam masa nifas kadar fibrinogen meningkat.
3.      Peritonitis infeksi puerperalis melalui saluran getah bening dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonis atau ke paramentrium menyebabkan parametris.
4.      Parametritis dapat terjadi dengan tiga cara berikut ini :
a.       Melalui robekan serviks yang dalam
b.      Penjalaran endometritis atau luka serviks yang terinveksi melalui saluran getah bening
c.       Sebagai lanjutan tromboflebitis pelvis (Saleha, 2009).
2.6.      Pencegahan
2.6.1.   Selama Kehamilan
Karena anemi merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan hal penting  ; karena , diet yang baik harus diperhatikan. Koitus pada masa hamil tua sebaiknya dilakukan secara hati-hati karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2.6.2.   Selama Persalinan
Membatasi banyaknya  peluang masuknya kumn-kuman dalam jalan lahir, mengusahakan supaya persalinan tidak berlarut-larut, mengusahakan persalinan dengan  trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Alat-alat yang digunakan dalam persalinan harus steril, pemeriksaan dalam dilakukan hanya seperlunya saja, indiksi serta kondisi untuk bedah kebidanan harus dipatuhi dan jika terjadi perdarahan harus dicegah sedapat mungkin serta segera transfuse darah jika perlu.
2.6.3    Selama Nifas
Setelah partus terdapat luka-luka di beberapa tempat pada jalan lahir. Sehingga harus dijaga agar luka-luka tidak terkontaminasi oleh kuman-kuman dari luar, dengan cara menjaga kebersihan daerah genital. Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat mungkin. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas yang sehat (Sujiyantini, 2010).
2.7. Jenis-jenis Penatalaksanaan Pada Infeksi Nifas
Melakukan terapi antibiotic  pada ibu infeksi nifas biasanya mengikuti dua prinsip utama.
1.      Terapi antibiorik dini harus diberikan untuk membatasi, kemudian menyingkirkan proses infeksi.
2.      Antibiotika harus memiliki cakupan anaerob karena organisme ini memiliki cakupan anaerob karena organism ini terlibat 70% infeksi nifas. Antibiotic harus dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 48 jam setelah pasien menjadi afebris. organism anaerob teruama membutuhkan pemanjangan masa kemotrapi untuk eliminasi.
Antibiotik yang berspekulum luas, misalny ampisilin dan sefalosporin adalah obat baris pertama yang efektif untuk kasus infeksi nifas yang ringan dan sedang. Bila infeksi bersifat sedang sampai berat, kombinasi aminoglikosid-penicillin secara tradisional telah digunakan sebagai terapi baris pertama. Terapi pathogen pelvis utama yang resisten terhadap kombinasi ini adalah Bacteroides fragilis, yang biasanya peka terhadap klin damisin harus memiliki cakupan baris pertama yang lebih baik.
2.7.1.   Penatalaksanaan Luka Perineum, Vulva, Dan Vagina
            Jika terdapat pus atau cairan, buka luka dan drain luka tersebut. Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan sub kutis dan buat jahitan situasi, jangan mengangkat jahitan fasia. Kompres luka dan anjurkan ibu menjaga kebersihan. Antibiotic tidak diperlukan jika terdapat abses tanpa selutitis. Jika terjadi luka. Luka menjadi nyeri, merah, dan bengkak. Jika terjadi infeksi dari luka luar, maka biasanya jahitan diangkat supaya ada drainase getah-getah luka atau lakukan kompres.
2.7.2.      Penatalaksanaan Endometritis
            Pasien sebisa mungkin diisolasi, dan bayi dapat terus menyusu pada ibunya. Untuk kelancaran pengaliran lockhea, pasien boleh diletakkan dalam posisi flowler dan diberi uterostonika serta dianjurkan banyak minum.
2.7.3.   Penatalaksanaan Tromboflebitis pelvis dan femoralis
Tujuan terapi pada tromboflebitis adalah sebagai berikut.
1.      Mencegah emboli
2.      Mengurangi akibat-akibat trombofebitis (edema kaki yang lama, perasaan nyeri yang lama). Pengobatan dengan antikoagulan (heparin, dicumarol) bermaksud untuk mengurangi terjadinya thrombus dan mengurangi bahaya emboli.
2.7.4.   Penatalaksanaan Peritonitis
      Antibiotik diberikan dengan dosis yang tinggi. Untuk menghilangkan gembung perut diberikan obat  meller tube. Cairan diberikan per infuse, trans fusi darah, dan oksigen. Pasien diberikan sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Makanan dan minuman diberikan setelah ada flatus.
2.7.5.   Penatalaksanaan Parametritis
            Pasien diberi antibiotic dan jika terdapat fluktuasi perlu dilakukan incise diatas lipatan paha atau pada cavum douglas.
2.8.      Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas
2.8.1.   Tindakan Mencuci Tangan
Mencuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir dan dapat mengurangi angka kematian 50%.
Cara mencuci tangan sebagai berikut:
2.      Lepaskan perhiasan di tangan dan pergelangan
3.      Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir
4.      Gosok kedua tangan dengan kuat menggunakan sabun biasa atau yang mengandung anti septik selama 10-15 detik(pastikan sela-sela jari digosok menyeluruh). Tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.
5.      Bilas tangan dengan air bersih mengalir
6.      Biarkan tangan kering dengan cara diangin-anginkan atau keringkan dengan kertas tisu atau handuk pribadi yang bersih dan kering (Affandi, 2007).
2.8.2.   Penggunaan Sarung Tangan Pada Pemeriksaan Dalam
Pemakaian sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya),peralatan, sarung tangan atau sampah yang terkontaminasi. Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi baru lahir untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang berbeda pula.
Penggunaan sarung tangan dalam berbagai situasi sebagai berikut:
1.      Gunakan sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi untuk prosedur apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan di bawah kulit seperti persalinan, penjahitan vagina atau pengambilan darah.
2.      Gunakan sarung tangan periksa yang bersih untuk menangani darah atau cairan tubuh
3.      Gunakan sarung tangan rumah tangga atau tebal untuk mencuci peralatan, menangani sampah, juga membersihkan darah dan cairan tubuh.
Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tetapi bila sarananya sangat terbatas, sarung tangan bekas dapat diproses ulang dengan dekontaminasi, cuci dan bilas,desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi (Affandi, 2007).
2.8.3.   Memproses Alat-Alat Bekas
Tiga proses pokok yang direkomendasikan untuk proses peralatan dan benda-benda lain dalam upaya pencegahan infeksi adalah:
1.    Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah penting untuk menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-beda lainnya yang terkontaminasi (Affandi, 2007). Tujuan  proses dekontaminasi untuk mempercepat mematikan vitus Hepatitis B dan HIV.
Prosedur dekontaminasi yaitu:
1.      Pakai alat perlindungan diri sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari bahan lateks jika akan menangani peralatan bekas pakai atau kotor.
2.      Rendam benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
3.      Pastikan bahwa benda-benda yang terkontaminasi terendam seluruhnya oleh larutan klorin.
4.      Larutan klorin harus diganti paling sedikit setiap 24 jam atau bila kelihatan keruh dapat diganti secepatnya.
2.    Pencucian dan Pembilasan
Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan/ perlengkapan yang kotor atau sudah digunakan (Affandi, 2007).
Tahap pencucian dan pembilasan yaitu:
1.      Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan
2.      Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi
3.      Jangan dicuci secara bersama-sama benda-benda yang terbuat dari bahan karet/plasti dengan bahan logam
4.      Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati- hati
a.       Gunaka sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisah darah dan kotoran
b.      Buka engsel dan gunting
c.       Sikat dengan seksama terutama dibagian sambungan dan sudut peralatan
d.      Pastikan tidak ada sisa-sisa darah dan kotoran  yang tertinggal pada peralatan
e.       Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali dengan air dan sabun atau deterjen
f.       Bilas seluruh benda-benda dengan air bersih
5.      Ulang prosedur tersebut pada benda lain
6.      Cuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian bilas dengan seksama menggunakan air bersih
7.      Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin- anginkan.
3.    Desinfeksi Tingkat Tinggi Atau Sterilisasi
Desinfeksi adalah satu-satunya alternatif  yang dilakukan dengan cara merebus, mengukus atau kimiawi. Dan sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme tetapi proses sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan praktis (Affandi, 2007).
Desinfeksi tingkat tinggi dapat dilakukan dengan cara:
1.      DTT dengan cara merebus yaitu:
  1. Gunaka panci dengan penutup yang rapat
  2. Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan
  3. Rendam peralatan didalam air sehingga semuanya terendam di dalam air
  4. Mulai panakan air
  5. Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih
  6. Jangan tambah benda apa pun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai
1.      Rebus selama 20 menit dihitung mulai air telah mendidih
2.      Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku kukus
3.      Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau disimpan
4.      Setelah peralatan kering, dan segera digunakan atau disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi berpenutup.peralatan dapat bertahan selama satu minggu asalkan penutupnya tidak dibuka.
2.      DTT dengan cara mengukus/uap yaitu:
  1. Gunakan panci perebus dengan tiga susunan nampan pengukus
  2. Sarung tangan yang telah didekontaminasi dan dicuci kemudian gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai sarung tangan dapat dipakaikan tanpa membuat terkontaminasi baru
  3. Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang berlubang dibawahnya. Agar mudah dikeluarkan ari bagian atas nampan pengukus, letakkan 5-15 pasang bagian jarinya mengarah ke tengah nampan.
  4. Jika uap mulai keluar dari celah-celah di panci pengukus, mulailah penghitungan waktu
  5. Kukus sarung tangan selama 20 menit, buka tutup panci dan letakkan dalam posisi terbalik
  6. Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan goyangkan secara berlahan-lahan agar air yang tersisa di sarung tangan menetes ke luar
  7. Susunlah sarung tangan di atas panci yang kosong dan panci jangan ditutup agar sarung tangan cepat kering tanpa terkontaminasi (tuang air perebusan ke dalam wadah DTT)
  8. Birkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan  sampai kering di dalam nampan selama 4-6 jam. Jika ingin digukan langsung biarkan sarung tangan 5-10 menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30 menit pada saat maih basah atau lembab.
  9. Jika sarung tangan tidak lansung digunakan setelah kering, gunakan penjepit atau pingset desinfeksi tingkat tinggi untuk memindahkan sarung tangan. Massukan sarung tangan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat dan sarung tangan yang disimpan dalam wadah dapat dissimpan sampai satu minggu.
3.      DTT denagn cara kimiawi yaitu:
  1. Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci bilas) ke dalam wadah dan tuangkan desinfektan
  2. Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimiawi
  3. Rendam peralatan selama 20 menit
  4. Catat lama waktu peralatan di rendam dalam larutan kimia
  5. Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup
  6. Setelah kering, peralatan dapat digunakan atau disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi bertutup rapat.
2.8.4.   Mobilisasi Dini
Mobilisasi adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan dan membimbing pasien untuk berjalan (Sulistyawati, 2009).
Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain, yaitu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum pasien dibimbing kekamar mandi, pasien harus dianjurkan untuk melakukan latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana dan pasien dianjurkan duduk serta mengayunkan tungkainya ditepi tempat tidur (Bahiyatum, 2009).
Pada ibu persalinan SC mobilisasi dini dilakukan pada 6-12 jam pertama setelah persalinan.
Mobilisasi yang dapat dilakukan  pada ibu persalinan SC sebagai berikut:
a.       Hari pertama ibu dianjurka  miring ke kanan dan ke kiri dapat dimulai sejak 6-12 jam setelah bersalin / ibu sadar, latihan yang dilakukan latihan pernafasan yang  dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar.
b.      Hari ke 2 Ibu dapat duduk 5 menit dianjurkan untuk bernafas dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai batuk- batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan rasa percaya diri ibu/penderita bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang diubah menjadi setengah duduk selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita/ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 hari setelah operasi. Mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan ibu (Mihardi, 2010).
Keuntungan dari mobilisasi dini, antara lain:
1.        Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat
2.        Faal usus dan kandung kemih menjadi lebhi baik
3.        Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya (Bahiyatum, 2009).
2.8.5.   Perawatan Luka
Perawatan luka adalah proses pergantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak.
Luka dapat sembuh melalui proses utama yang terjadi ketika tepi luka disatukan dengan menjahit luka. Jika luka dijahit terjadi penutupan jaringan yang disatukan dan tidak ada ruang yang kosong. Epitelium akan bermigrasi disepanjang garis jahitan, dan penyembuhan terjadi terutama oleh timbunan jaringan penghubung (Boyle, 2009).
Perawatan luka perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Sujiyatini, 2010).
Perawatan yang dilakukan pada luka perineum yaitu:
1.      Usahakan luka selalu dalam keadaan kering (keringkan setiap kali setelah buang air)
2.      Hindari menyentuh luka perineum dengan tangan
3.      Bersihkan kemaluan selalu dari arah depan ke belakang
4.      Jaga kebersihan daerah perineum (ganti pembalut setiap kali sudah penuh atau minimal 3 kali sehari) (Sulistyawati, 2009).
Perawatan luka SC tidak berbeda jauh dengan perawatan luka pada persalinan normal.
Perawatan yang dilakukan pada luka SC yaitu:
2.    Tidak menyentuh bagian luka sebelum perban dan balutan dibuka
3.    Mandi dengan air hangat dan dibilas dengan berlahan
4.    Tidur dengan menggunakan kain sprei yang bersih dan ganti kain sprei secara berkala (Reiss, 2008).
2.8.6        Asupan Nutrisi
Dengan kekurang nutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka, meningkatnya dehisensi luka dan luka semakin memburuk. Defisiensi nutrisi tertentu dapat berpengaruh pada penyembuhan luka.
Defisiensi zink akan mengurangi kecepatan epitelialisasi, mengurangi sintesis kolagen sehingga mengurangi kekuatan luka.
Asam Lemak
Sebagian besar asam lemak dapat diproduksi oleh tubuh, namun ada dua asam lemak yang tidak dapat diproduksi tibuh, yaitu asam linoleat dan asam linolenat. Kedua asam lemak tersebut penting dalam kesehatan karena asam lemak dikenal dikenal sebagai asam lem ak esensial dan harus disuplai melalui diet. Lemak tak-jenuh ganda juga terlibat dalam respon sistem imun, dan asam lemak esensial di dalam membran sel turut menjaga stabilitas karena perannya dalam mengatur metabolisme.
Lemak dapat dibagi menjadi beberapa
Asam lemak tak jenuhyang esensial dikomsumsi sebanyak 2-5 g asam lemak dianjurkan untuj dikomsumsi sehari-hari yang dibutuhkan dalam fase inflamasi dan lemak merupakan komponen membran sel. Asam lemak tak jenuh ganda yang baik  bersumber dari minyak ikan.
Vitamin A
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang tersimpan di dalam hati. Vitamin ini merupakan peran dalam pembentukan sel darah merah, sehingga anemia ringan sering kali merupakan tanda awal defisiensi. Vitamin A juga memiliki peran sebagai anti oksidan yang melawan reaksi radikal bebas, dan memiliki peran kunci dalam imunitas, khususnya fungsi limfosit-T dan respons antibody terhadap infeksi.
Vitamin A penting dalam diferensiasi sel dan keratinisasi epitel, dan defisiensi vitamin ini akan mengakibatkan defisiensi kolagen dan terlambatnya epitelisiasi, selain itu devisiensi vitamin A meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Vitamin A dapat diperoleh dari telur, mentega, susu, hati, minyak ikan, wortel, lada merah, sayuran berdaun hijau gelap, brokoli, aprokot, buah persik, dan mangga.
Vitamin C
            Vitamin C adalah vitamin larut air yang membantu absorsi zat besi dari sumber makanan bukan daging. Vitamin C sangat penting, untuk kesehatan sistem imun dan untuk penyembuhan luka yang efesien dan juga merupakan antioksidan penting,vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen dan defisiensi vitamin C merupakan daya rentang, gangguan angiogenesis dan meningkatkan kerapuhan kapiler vitamin C dapat ditemukan didalam sayur dan buah. Vitamin C sangat mudah rusak oleh pajanan cahaya dan panas.
            Beberapa vitamin B, zat besi, zink, tembaga, dan mangan semuanya memberi manfaat yang signifikan. Obesitas yang dapat menutupiadanya gangguan status nutrisi, diketahui menjadi faktor risiko yang mempengaruhi keberhasilan penyembuhan luka (Boyle, 2009).
2.9.      Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011.
Variabel Penelitian


Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas meliputi:
1.      Pengetahuan
2.      Sikap
3.      Tindakan
 






BAB III
METODE PENETELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
            Jenis penelitian adalah bersifat deskriptif yaitu untuk menggambarkan bagaimanakah penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011.
3.2.  Lokasi Dan Waktu Penelitian
            Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum  Restu Ibu Medan Tahun 2011 yang akan dilaksanakan pada Maret-Mei 2011.
3.3.  Populasi dan Sampel
            Seluruh Bidan yang dinas di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan dengan cara total sampling dijadikan sampel penelitian sebanyak 13 orang.
3.4.  Metode Pengumpulan Data
            Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari Bidan dengan menggunakan kuisioner, dimana sebelumnya memberikan penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan dan cara pengisian kuisioner pada responden.
3.5.  Defenisi Operasional
1.      Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas. Yang meliputi:
a.    Mencuci tangan yang benar
b.   Penggunaan sarung tangan
c.    Memproses alat-alat
d.   Mobilisasi dini
e.    Perawatan luka
f.     Asupan nutrisi
2.      Sikap adalah tanggapan  bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas. Bidan harus memiliki sikap yang baik terhadap arti pentingnya pencegahan infeksi.
3.      Tindakan adalah cara yang dilakukan bidan dalam melakukan penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas.
3.6. Aspek Pengukuran Perilaku
3.6.1.   Perilaku
             Sebelum menentukan kategori baik, cukup, kurang sebaiknya terlebih dahulu menentukan kriteria (tolak ukur) yang dijadikan pengukuran digunakan skala gutman.
a. Skor jawaban yang benar adalah 1 (skor maksimum dari setiap aspek jawaban jawaban x jumlah nilai pertanyaan) =1 x 30 = 0
b. Skor jawaban yang salah adalah 0 ( skor maksimum dari setiap aspek jawaban x jumlah nilai pertanyaan ) = 0 x 30 = 0
Persentase untuk menghitung total skor dari perilaku bidan dalam persentase digunakan rumus :
Maka kategori pengetahuan rentangnya adalah :
a.       Baik  : bila responden memperoleh skor 18-30 atau menjawab benar  60 %-100%.
b.      Buruk : bila responden memperoleh skor <18 atau menjawab benar < 60%.
3.6.2.Pengetahuan
           Untuk mengukur pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas, diajukan 10 pertanyaan dengan alternative jawaban benar dan salah. Jika jawaban responden benar diberi skor  1, dan jika jawaban responden salah diberi skor 0. Maka skor maksimum 10 x 1 = 10 dan skor minimum 10 x 0 = 10.
           Persentase untuk menghitung total skor dari perilaku bidan dalam persentase digunakan rumus :
Jumlah jawaban yang benar 
                                               C 100%
        Jumlah soal

Maka kategori pengetahuan rentangnya adalah :
a.    Baik  : bila responden memperoleh skor 6-10 atau menjawab benar  60 %-100%.
b.   Buruk : bila responden memperoleh skor <6 atau menjawab benar < 60%.
3.6.3.  Sikap
           Untuk mengukur  sikap bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas, diajukan 10 pertanyaan dengan alternative jawaban setuju dan tidak setuju. Jika jawaban responden menjawab setuju diberi skor 1 dan jika jawaban responden menjawab tidak setuju diberi skor 0. . Maka skor maksimum 10 x 1 = 10 dan skor minimum 10 x 0 = 10.

           Persentase untuk menghitung total skor dari sikap bidan dalam persentase digunakan rumus :
Jumlah jawaban yang benar 
                                               C 100%
        Jumlah soal
Maka kategori pengetahuan rentangnya adalah :
a.    Baik  : bila responden memperoleh skor 6-10 atau menjawab benar  60 %-100%.
b.   Buruk : bila responden memperoleh skor <6 atau menjawab benar < 60%.
3.6.4.  Tindakan
           Untuk mengukur  tindakan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas, diajukan 10 pertanyaan dengan alternative jawaban benar dan salah. Jika jawaban responden benar diberi skor 1 dan jika jawaban responden salah diberi skor 0. . Maka skor maksimum 10 x 1 = 10 dan skor minimum 10 x 0 = 10.

           Persentase untuk menghitung total skor dari tindakan bidan dalam persentase digunakan rumus :
Jumlah jawaban yang benar 
                                               C 100%
        Jumlah soal

Maka kategori pengetahuan rentangnya adalah :
a.    Baik  : bila responden memperoleh skor 6-10 atau menjawab benar  60 %-100%.
b.   Buruk : bila responden memperoleh skor <6 atau menjawab benar < 60%.

3.7. Tekhnik Pengolahan Data
1.    Editing adalah pengecekan kelengkapan pada data data yang telah terkumpul.Bila terdapat kesalahan atau kekurangan pengumpulan data maka dapat dilengkapi.
2.    Coding adalah hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode sesuai petunjuk
3.    Tabulating adalah memasukkan data-data ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3.8. Tekhnik Analisis Data
           Analisa data secara deskriptif dengan melihat persentase data yang terkumpul berdasarkan hasil pembagian kuisioner, kemudian disajikan kedalam tabel distribusi frekuensi dan dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian sesuai dengan teori dan kepustakaan yang ada.

 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sejarah Lokasi Penelitian
Rumah sakit Umum Restu Ibu Medan merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna (fisik, mental, emosionanl, spiritual, social). Rumah Sakit Umum Restu Ibu pada mulanya berasal dari praktek bidan Berijasah yang berdiri sejak tanggal 20 April 1983 yang beralamat di jalan Sei Mencirim No.94 kp.lalang Kabupaten Deli Serdang, kemudian pada tanggal 10 Maret 2004 berubah menjadi Klinik Bersalin yang diberi nama klinik Bersalin Restu Ibu yang beralamat di jalan Gatot Subroto No.434 Medan Helvetia. Pada tanggal 10 Juni 2004 menjadi Rumah Sakit Umum Restu Ibu dengan izin prinsip nomor 445/7066/VIII/2006 yang diresmikan oleh Ka. Kanwil Departemen Kesehatan RI.
Rumah Sakit Umum Restu Ibu  adalah suatu wadah menyelenggarakan pemeliharaan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan bagi pasien juga berfungsi sebgai tempat praktek Mahasiswa Akademi Keperawatan dan Kebidanan yang ada di kota Medan. Rumah Sakit Umum Restu Ibu mempunyai visi “Menjadikan Rumah Sakit pilihan msyarakat yang bermutu” dan misi “memberikan pelayanan kesehatan paripurna (fisik, mental, emosionanl, spiritual, social) kepada seluruh lapisan masyarakat.
4.2. Hasil Penelitian
Hasil penelitian dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan narasi dengan hasil sebagai berikut:


4.2.1.karateristik responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karateristik Bidan Dalam Penatalaksanaan
Pencegahan Infeksi nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu
Medan Tahun 2011

No.
Umur
Frekuensi
Persentase
1
<25 tahun
5
38,5
2
25-30 tahun
4
30,8
3
>30 tahun
4
30,8

Total
13
100

Pendidikan


1
DIII
13
100

Total
13
100

Lama kerja


1
<6 bulan
4
30,8
2
6-12 bulan
5
38,5
3
>12 bulan
4
30,8

Total
13
100

Dari tabel 4.1. dapat kita ketahui bahwa dari 13 responden dapat diketahui bahwa kelompok umur bidan mayoritas <25 tahun (38,5%), dari segi pendidikan mayoritas D-III sebanyak (100%), dan dari lama bekerja mayoritas 6-12 bulan (38,5%).
4.2.2.   Distribusi Frekuensi Perilaku Bidan Dalam Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011
Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Perilaku Bidan Dalam Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011
No
Prilaku
Frekuensi
Persentasi (%)
1
Baik
9
69.2
2
Buruk
4
30.8
Jumlah
13
100



  Sumber : Hasil Penelitian

Dari tabel 4.2. dapat kita ketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas perilaku bidan baik sebanyak 9 responden (69,2%) Dan minoritas bidan bertindak baik sebanyak 4 responden (30,8%).
4.2.3.   Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan Tentang Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu
Medan Tahun 2011

Tabel 4.3.
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan Tentang Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011

No
Pengetahuan
Frekuensi
Persentasi (%)
1
Baik
13
100
2
Buruk
0
0
Jumlah
13
100
Sumber : Hasil Penelitian
Dari tabel 4.3. dapat kita ketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas berdasrkan pengetahuan mayoritas bidan berpengetahuan baik sebanyak 13 responden (100%) Dan minoritas bidan berpengetahuan cukup sebanyak 0 responden (0%).
4.2.4.   Distribusi Frekuensi Sikap Bidan Tentang Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011

Tabel 4.4.
Distribusi Frekuensi Sikap Bidan Tentang Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011

No
Sikap
Frekuensi
Persentasi (%)
1
Baik
6
46.2
2
Buruk
7
53.8

Jumlah
13
100



Sumber : Hasil Penelitian
Dari tabel 4.4. dapat kita ketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas bidan bersikap buruk sebanyak 6 responden (46,2%) Dan minoritas bidan bersifat cukup sebanyak 7 responden (53,8%).
4.2.5.   Distribusi Frekuensi Tindakan Bidan Tentang Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011

Tabel 4.5.
Distribusi Frekuensi Tindakan Bidan Dalam Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan Tahun 2011

No
Tindakan
Frekuensi
Persentasi (%)
1
Baik
5
38.5
2
Buruk
8
61.5
Jumlah
13
100
   Sumber : Hasil Penelitian
Dari tabel 4.5. dapat kita ketahui bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas bidan bertindakan baik sebanyak 5 responden (38,5%) Dan minoritas bidan bertindak baik sebanyak 8 responden (61,5%).
4.2.Pembahasan
4.2.1.   Gambaran Perilaku Responden Tentang Penatalaksanaan pencegahan Infeksi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas bidan berperilaku baik sebanyak 9 responden (69,2%) dan minoritas bidan berperilaku baik sebanyak 4 responden (30,8%).
Menurut Notoadmodjo 2007, perilaku adalah suatu kejadian atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku terdiri dari 3 yaitu pengetahuan, sikap, tindakan.
Menurut asumsi peneliti, bidan berperilaku mayoritas baik dapat dipengaruhi oleh pengetahuan bidan yang telah memahami teori penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas yang diperoleh dari pendidikan bidan yang seluruhnya D-III dan dapat dipengaruhi pengalaman dari segi lama bekerja bidan yang mayoritas 6-12 bulan serta dipengaruhi dengan usia responden yang mayoritas <25 tahun dimana semua bidan baru mempelajari teori dari pendidikan DIII, pendidikan mampu mempengaruhi perilaku bidan menjadi baik karena semakin tinggi pendidikan bidan maka pengalaman bidan dalam teori sudah lebih luas namun pengetahuan yang baik itu belum tentu dapat memastikan bahwa sikap bidan baik pula karena dari hasil penelitian diperolah sikap bidan mayoritas bersikap buruk dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas terutama dalam hal mencuci tangan dengan benar sesuai dengan standart operasional prosedur (SOP) maka pelaksanaan pencegahan infeksi nifas belum dapat terlaksana dengan sempurna. Dalam tindakan diperoleh hasil penelitian bahwa mayoritas tindakan bidan buruk karena masih ada bidan yang belum melakukan sesuai dengan standart operasional prosedur (SOP) atau kebiasaan yang kurang baik misalnya dalam penggunaan barier protektif yang lengkap pada saat menolong persalinan padahal bidan mengetahui bahwa penggunaan barier protektif sangat bermanfaat dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas disini kita dapat mengetahui ada ketidak seimbangan pengetahuan bidan dengan sikap dan tindakan bidan dalam melaksankan tugasnya.
4.2.2.   Gambaran Pengetahuan Responden Tentang Penatalaksanaan pencegahan Infeksi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas bidan berpengetahuan baik sebanyak 13 responden (100%). Dan minoritas bidan berpengetahuan buruk sebanyak 0 responden (0%).
Menurut Hidayat( 2007), pengetahuan merupakan proses belajar dengan menggunakan panca indra yang seorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Notoatdmojo (2007), pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena dari pengetahuan dan penelitian ternyata prilaku yang didasari oleh pengetahuan.
Menurut asumsi peneliti, bahwa mayoritas bidan memiliki pengetahuan yang baik tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas karena bidan telah memperoleh ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas selama bidan mengikuti proses pembelajaran di Program D-III Kebidanan selama 3 tahun selain itu bidan juga telah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan baru yang diperoleh bidan melalui pendidikan, pelatihan-pelatihan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas, seminar-seminar, dan pengalaman kerja mayoritas 6-12 bulan serta informasi yang diperoleh bidan dari buku, media massa atau pun internet tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas dapat juga dipengaruhi dengan usia bidan yang mayoritas <25 tahun sehingga bidan berpengetahuan mayoritas berpengetahuan baik dengan banyak mengikuti pelatihan-pelatihan. 
4.3.1.   Gambaran Sikap Responden Tentang Penatalaksanaan pencegahan Infeksi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas bidan bersikap baik sebanyak 6 responden (46,2%) Dan minoritas bidan bersifat cukup sebanyak 7 responden (53,8%).
Menurut Nursalam, MN (2006), sikap seorang petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada msyarakat harus dilandasi oleh kemauan, motivasi dan juga harus dilandasi oleh kaidah etik profesi, agar petugas kesehatan dapat menghadapi tantangan dan dapat menjalankan tuganya sebaik-baiknya.
Menurut asumsi peneliti, bahwa perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas dibutuhkan sikap yang positif dari bidan dalam memahami pentingnya pelaksanaan pencegahan infeksi nifas sehingga bidan mau meluangkan waktu untuk membantu ibu melakukan mobilisasi dini, mencuci tangan dan membuka perhiasan di jari tangan atau dari pergelangan tangan, cara merawat luka, mengganti larutan klorin paling sedikit setiap 24 jam,  meskipun bidan tidak memiliki banyak waktu luang, namun  sikap positif ini tidak dilaksanakan oleh bidan walaupun pendidikan bidan seluruhnya D-III kebidanan dan memiliki pengalaman kerja mayoritas 6-12 bulan, serta mayoritas usia bidan yang <25 tahun tidak bisa menjamin bahwa sikap bidan harus baik pula karena banyak alasan tertentu yang menyababkan bidan tidak dapat melakukan pencegahan infeksi nifas 100% pernyataan ini dapat dibenarkan karena hasil  penelitian yang diperoleh bahwa bidan berpengetahuan baik namun sikap bidan terhadap penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas diperoleh mayoritas buruk terhadap penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas.
4.3.4.   Gambaran Tindakan Responden Tentang Penatalaksanaan pencegahan Infeksi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas mayoritas tindakan bidan cukup sebanyak 5 responden (38,5%) Dan minoritas tindakan bidan baik sebanyak 8 responden (61,5%
Menurut Poedjawyatna (2007), bahwa keterampilan atau tindakan dapat dinilai dari diri manusia yang dilakukan dengan keadaan sadar maupun tidak sadar.
Menurut asumsi peneliti,bahwa pendidikan bidan yang D-III berpengaruh dengan tindakan karena semakin tinggi pendidikan bidan maka semakin tinggi pula pengetahuan bidan dalam hal teori dan dapat dilaksanakan dalam praktek namun dari penelitian yang telah dilakukan tidak selamanya pengetahuan yang baik itu dapat memastikan bahwa tindakan bidan baik pula karena dari hasil penelitian menyatakan bahwa tindakan bidan yang berpengetahuan baik, dengan tindakan mayoritas buruk, begitu juga dengan lama bekerja bidan yang mayoritas 6-12 bulan dapat berpengaruh karena pengalaman sangat penting dalam melakukan tindakan dimana semakin sering bidan melakukan penatalaksanaan pencegahan infeksi terhadap ibu nifas maka semakin mahirlah seorang bidan dalam pencegahan infeksi nifas, begitu jaga pada umur bidan yang mayoritas <25 tahun dimana usia ini masih dikatakan muda kurang berminat untuk peduli terhadap penatalaksanaan yang sesuai dengan standart. Tindakan yang dilakukan oleh bidan sejalan dengan pengetahuan dan sikap bidan dalam memberikan penatalaksanaan kepada ibu. Akan tetapi sering kali petugas kesehatan khususnya bidan melalaikan prosedur kerja misalnya, menjaga kesterilan alat sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi khususnya pada masa nifas. Dari penelitian yang dilakukan peneliti mayoritas yang tidak dilaksanakan oleh bidan adalah bidan sering kali tidak menggunakan sarung tangan rumah tangga saat mencuci peralatan/ membuang sampah, bidan tidak mengganti air klorin paling sedikit dalam 24 jam, bidan kurang melaksanakan prosedur pencegahan infeksi, misalnya bidan tidak memakai sarung tangan steril untuk merawat luka, bidan tidak menggunakan barier protektif saat menolong persalinan.























49
 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1.      Perilaku bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas baik sebanyak 9 responden (69,2%) dan minoritas baik sebanyak 4 responden (30,8%).
2.      Pengetahuan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas baik sebanyak 13 responden (100%).
3.      Sikap bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas buruk sebanyak 7 responden (53,8%) Dan minoritas bidan bersifat baik sebanyak 6 responden (46,2%).
4.      Tindakan bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan Rumah Sakit Umum Restu Ibu Medan 2011 mayoritas buruk sebanyak 8 responden (61,5%) Dan minoritas bidan bersifat baik sebanyak 5 responden (38,5%).

                                                                              







5.2. Saran
1.    Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya bidan yang bekerja dirumah sakit untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya dalam memberikan penatalaksanaan terutama dalam pencegahan infeksi pada masa nifas.
2.    Diharapkan kepada bidan untuk lebih menerapakan prinsip kerja aseptik dan memahami pentingnya dilakukan pencegahan infeksi sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3.    Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian lanjutan pada aspek yang lebih luas dan lebih lengkap untuk lebih menyempurnakan penelitian ini.

















 
DAFTAR PUSTAKA

Affandi Biran, dkk, (2007), JNPK-KR Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial Persalinan, Save The Children Federation Inc-US dan Jhpiego Corporation, Jakarta.

Ambarwati Retna Eny dan Wulandari Diah, (2010),  Asuhan Kebidanan Nifas, Mitra Cendikia Press, Jogjakarta.

Anggraini yetti, (2010), Asuhan Kebidanan Masa Nifas, pustaka Rihama, Yogyakarta.

Bahiyatun, (2009),Buku Ajar Kebidanan Nifas Normal, ECG, Jakarta.

Bambang, 2009. Who: Penurunan Angka Kematian Ibu Belum Sesuai Target MDGS, http://www. Diakses tgl 12 Oktober 2007.

 

Boyle Maureen, (2009), Seri Praktik Kebidanan Pemulihan Luka, EGC, Jakarta.

Hidayat Abdul Azzis, (2007), Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisa Data, Salemba Medika, jakarta.

Maryunani Anik, (2009), Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (postpartum),Trans Info Media, Jakarta.

Mihardi, 2009. Pentingnya-Mobilisasi-Dini, http://www.diakses tgl 9 Januari 2010.

Notoadmojo, 2007. Kesehatan masyarakat Ilmu Dan Seni. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

 

Nursalam, 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.


Nurmawati, (2010), Mutu Pelayanan Kebidanan, Trans Info Media, Jakarta.

Reiss Uzzi, (2008), Menjadi Ibu Bahagia Pasca-Persalinan, Luna Publisher, jogjakarta.

Saleha Sitti, ( 2009), Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas, Salemba Medika, Jakarta.

Sofyan Mustika dkk, (2008), Ikatan Bidan Indonenesia, . Jakarta.
Sujiyatini, dkk, (2010), Catatan Kuliah Asuhan Ibu8 Nifas Askeb III, Cyrilluspublisher, Yogyakarta.

Sulistyawati Ari, (2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Andi Offset, Yogyakarta.

Varney Helen, (2007), Asuhan Kebidanan, EGC, Jakarta.

 

 


KUISIONER PENELITIAN
PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI NIFAS
DI RUANG KEBIDANAN RSU RESTU IBU
TAHUN 2011


A.  Petunjuk Pengisian Kuisioner
1.      Isilah pertanyaan dengan benar
2.      Bacalah pertanyaan dengan baik untuk menentukan jawaban yang dipilih
3.      Berilah tanda chek list (√) pada jawaban yang ibu anggab benar
4.      Tanyakan pada penelitian apabila ada pertanyaan yang kurang dimengerti

B.  Identitas Responden
1.      Nomor Responden            :
2.      Umur Responden              :          
3.      Pendidikan Akhir              :
4.      Lama Bekerja                    :















I.                Pengetahuan
Pilihlah salah satu jawaban di bawah ini yang anda anggap benar, dengan memberikan tanda check list (P)
No
Pernyataan
Benar
Salah
1



2


3


4


5


6


7


8


9


10
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dengan waktu lebih kurang 6 minggu atau 40 hari.
Infeksi nifas adalah peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genitalia pada waktu proses persalinan dan masa nifas.
Febris puerperalis adalah demam yang terjadi selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan suhu 38 oC atau lebih
Salah satu faktor  predisposisi pada infeksi nifas yaitu persalinan yang berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar
Infeksi dapat terjadi karena petugas tidak melakukan pencucian tangan sesuai dengan SOP (standart operasional prosedur)
Peradangan endometrium merupakan infeksi yang sering terjadi pada luka bekas implantasi plasenta.

Pencegahan infeksi nifas dapat dilaksanakan dengan mencuci tangan, memakai sarung tangan pada pemeriksaan dalam, dan  memproses alat-alat bekas.
Proses dekontaminasi dilakukan dengan merendam alat-alat yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
Penatalaksanaan  pencegahan infeksi dilakukan dengan cara dekontaminasi, pencucian dan pembilasan serta desinfeksi tingkat tinggi
Mobilisasi dini pada persalinan SC dilakukan pada 6-12 jam pertama setelah persalinan dengan melakukan mobilisasi miring ke kanan dan ke kiri.

























II.             Sikap
           Pilihlah salah satu jawaban di bawah ini yang anda anggap benar, dengan memberikan tanda checklist (P)
Keterangan :
- S   (Setuju)
- TS (Tidak Setuju)

No
Pernyataan
S
TS
1


2






3




4





5








6






7




8


9






10


Mencuci tangan dengan benar perhiasan di tangan dan pergelangan dilepaskan.
Pada saat membilas tangan, sebaiknya digunakan air bersih yang mengalir dan membiarkan tangan kering dengan cara diangin-anginkan atau dikeringkan dengan kertas tisu atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
Dalam pencucian dan pembilasan alat bekas pakai seperti alat yang terbuat dari bahan logam atau karet dilakukan secara terpisah.
Penggunaan sarung tangan sekali pakai sangat dianjurkan, tetapi apabila sarananya sangat terbatas sarung tangan bekas pakai dapat diproses ulang dengan dekontaminasi, cuci dan bilas serta desinfektan tingkat tinggi.
Tahapan memproses alat-alat bekas dapat dilakukan dengan tiga proses yaitu:
2.   Dekontaminasi
3.   Pencucian dan pembilasan
4.   Desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi
Sebelum mlakukan desinfektan tingkat tinggi semua alat-alat yang terkontaminasi terlebih dahulu direndam kedalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
DTT dilakukan setelah proses mencuci dan membilas alat-alat bekas dengan merebus/mengukus alat-alat, dimana setelah air mendidih ditunggu 20 menit lagi.
Perawatan luka dilakukan dengan menjaga luka agar selalu kering setiap kali BAB/BAK.
Setelah 6 jam mobilisasi pada SC dapat dilakukan dengan menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari, kaki, dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegakkan otot betis serta menekukkan dan menggeser kaki.
Perawatan luka dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang steril dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi pada masa nifas.



















III.          Tindakan
           Pilihlah salah satu jawaban yang anda anggap benar dengan memberikan tanda checklist (P)
No
Tindakan
Ya
Tidak
1

2

3


4

5


6



7


8






9





10

Sebelum melaksanakan tindakan bidan mencuci tangan terlebih dahulu.
Bidan menggunakan sarung tangan rumah tangga atau tebal untuk mencuci peralatan, menangani sampah, juga membersihkan darah dan cairan tubuh.
Bidan mengganti larutan klorin paling sedikit setiap 24 jam atau bila larutan klorin telah kelihatan keruh sebaiknya diganti secepatnya.
Bidan menyuci peralatan bekas sesuai SOP (Standart Operasional Prosedur) setelah selesai melakukan tindakan persalinan.
Bidan merawat luka untuk mencegah masuknya kuman penyebab infeksi pada masa nifas dengan menggunakan sarung tangan yang steril.
Bidan melakukan prosedur proses pencegahan infeksi dengan tepat dan benar dengan cara:
1.      Dekontaminasi dalam larutan klorin
2.      Mencuci dan membilas alat-alat bekas
3.      DTT
Bidan menggunakan sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi untuk prosedur apa pun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan di bawah kulit seperti persalinan, penjahitan vagina atau pengambilan darah.
Bidan menggunakan barier protektif pada saat menolong persalinan diantaranya:
1.   Topi
2.   Celemek
3.   Masker
4.   Kaca mata
5.   Sepatu
6.   Sarung tangan
Bidan melakukan vulva hygine dengan cara membersihkan kemaluan dari arah depan ke belakang.
Dalam melakukan  DTT  bidan sebaiknya tidak menambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu  dimulai.













































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar